Titik Tengah

Pagi, jam masih menunjukan jam 9 lewat. TV 14 inch kunyalakan, pencet tombol "ON" nya harus keras. Biasanya aku suka Doraemon atau Tom & Jerry. Tapi kadang suka juga Ninja Hatori. Liriknya sedikit masih bisa ku hafal.

Mendaki gunung lewati lembah
Sungai mengalir indah ke Samudra
Bersama teman bertualang 
Tempat yang baru belum pernah terjamah 
Suasana yang ramai di tengah kota 
Selalu waspadalah kalau berjalan 
Siap menolong orang dimana saja

Imajinasiku saat itu sama kaya Nobita, sederhana tanpa pikir panjang terbang dengan baling-baling bambu. Keliling dunia liat apa yang terjadi dibelahan sisi lainya. Lambat laun, aku jarang lagi menonton serialnya lagi. Sesekali masih, sampai sekarang aku masih menonton dengan keponakanku. Cerita yang sama yang aku saksikan belasan tahun silam. Jadi merasa terlalu tua untuk menikmatinya, tapi ya begitulah, masih tertarik dengan dunia yag digambarkan. 

Tumbuh itu menarik, ada banyak hal yang kadang buat aku takut, banyak juga yang kusambut antusias. Adrenalin serasa cepat berubah, yang sayangnya aku tak cukup cepat mengejar perubahannya. Awalnya, aku merasa susah sekali jadi dewasa, kenapa proses belajarnya ga ada yang pasti. 

Oh ya, aku suka pelajaran eksakta, banyak pertanyaan eksakta, jawabanya adalah pasti, walaupun banyak cara juga buat menyelesaikanya. Dulu, aku juga suka non eksakta, sejarah terutama. Kata orang, sejarah pelajaran paling membosankan karena ga bisa "move on". 

Lucu juga, tapi serasa nostalgia tanpa harus mengalami kejadian itu langsung. Entah sampai kapan, sepertinya sejak kelas 2 SMP non eksakta mulai lepas dariku. Bahkan ga tertarik, alasanya simpel. Kalo dipikir-pikir, waktu itu banyak stigma kalo non eksakta itu ga keren. Kata pinter lekat banget sama anak eksakta. Dan aku ada di posisi kedua. 

Selepas SMA, ternyata banyak planning yang ga sesuai ekspektasi. Merasa gagal, karena sudah dipersiapkan matang tapi realitanya berkebalikan. Semenjak mas kuliah, justru ketertarikanku pada non eksakta muncul kembali. Cara bersosialisasi, cara berdamai, cara memanage ekspektasi, bangun bisnis, banyak hal mulai ku senangi. 

Dan aku tertarik pada psikologi.

Sisi introvert yang lebih menonjol membuatku cenderung memiliki banyak waktu sendiri. Aku suka berkumpul dengan temen-temen, atau sekedar ngobrol kuliah yang ga beres-beres. Atau ngopi di angkringan depan kampus. 

Tapi aku ga bisa terlalu lama di kondisi seperti itu, karena energiku cepat habis. Tapi orang-orang mengenalku dengan julukan "Kantong Energi". Memang aku bakal totalitas ketika sudah terjun untuk memenuhi tanggungjawab yang sudah kuambil. Membuat planning dari permulaan sampai pasca selesaai seperti apa. Aku akan menjabarkan menjadi kepingan-kepingan schedule dan akivitas apa yang harus diselesaikan.

Tak terasa, hal ini terbawa sampai dunia kerja. Aku bertemu orang yang setipe denganku. Bisa dibilang 90% kopian dariku. Sampai di suatu titik, aku membuat onar. Aku merasa capek sendiri engan kondisi yang aku buat. Kenapa? Ternyata karena hubungan dengan orang lain tidak sertamerta sekaku itu. Banyak pandangan orang lain yang juga harus didengar untuk proses yang kita kerjakan. 

Titik beratnya saat ada masalah personal, justru pasangan yang kena imbasnya. Tidak sama dengan dunia kerja yang kita berhubungan dengan alat. Ada sisi emosi yang ahrus di jaga, Hubunganku sempat panas, karena ternyata aku menaruh paksaan buat "merubah" orang lain sesuai keinginanku secara tidak sadar. Dan ini berbahaya kalo tidak fit dengan orang yang kita ekspektasikan. 

Puncakanya, aku sampai melewatkan momen romantis di hari valentine karena judgement yang seketika muncu dari ngobrol biasa malah menimbulkan rasa tidak nyaman. Seketika aku akan terdiam, dan mengulangi kembali apa maksudku sebenarnya. Terkadang penyampaian yang ingin dimaksud ditangkap berbeda dengan orang lain. 

Tapi aku manusia, hebatnya, selalu ada sisi yang muncul untuk coba mendamaikan kepala jadi lebih dingin. Ada proses mau mejelaskan dan menerima. Disitulah titik tengah.

Kalo dalam perlombaan, titik tengah selalu direbutkan salah satu pihak. Tapi hubungan personal, ternyata beda. Titik tengah coba kita seimbangkan agar bisa jalan lagi seperti semula. Belajar jadi dewasa itu panjang, banyak hal yang perlu dinegosiasikan agar bisa fit di banyak kondisi. Flexible dan sangat bisa dimanage. 

Dalam lirik serial Ninja Hatori, menedaki gunung dan menuruni lembah sepertinya menggambarkan dunia dan realitanya. Ada hal yang kita alami membuat kita bahagia sekali, ada juga titik yang membuat kita terpuruk sampai bingung akan dimulai dari mana lagi. Akhirnya sama-sama membutuhkan orang untuk menyelesaikan harapan dan mimpi panjangnya.

Terimakasih Februari, aku kira banyak hal luarbiasa terjadi setelah aku memahami. 

Terimakasih telah menjadi teman dalam setiap perubahan.



 

Komentar

Postingan Populer